September 2018 - Opini Randy

Rabu, 05 September 2018

Jangan Jadikan Kesetaraan Gender sebagai Alat Untuk Populer
18.420 Comments
Teruntuk saudari saya bernama Wilingga yang saya tak kenal asal dan rupanya. Perkenalkan, saya Randy Lorena Candra seorang yang juga pernah menjadi Mahasiswa seperti saudari. Lewat tulisan ini, izinkan saya sedikit membedah kekeliruan cara berfikir saudari yang saudari tuangkan dalam tulisan yang diunggah oleh Lembaga Pers Mahasiswa itu tentang Paradoks BEM UNRI soal Demokrasi. Saya sadar, kita tidak pernah punya masalah, pun demikian saudari punya hak untuk menyampaikan pendapat tentang BEM UNRI. Saya pun sadar, saya tak berhak mengkritik cara pandang saudari secara personal, namun oleh karena saudari telah berani menuangkan cara pandang saudari ke media, maka saya merasa punya hak untuk membedah cara fikir saudari yang saya nilai keliru.

Sebelumnya, saya ingin sampaikan saya tidak ada kepentingan apapun di BEM UNRI sehingga saya membuat tulisan ini. Ini saya buat murni untuk membedah cara pandang saudari dan juga menegaskan kepada para perempuan dan aktivis lainnya agar tak berfikir secara dangkal seperti saudari. Terlebih lagi, saya tak mengirimkan tulisan saya ini ke rubrik opini seperti saudari karena saya sadar tata bahasa saya tak seruntun dan seofrmal saudari. Namun saya berharap ada orang yang menyebarkan tulisan saya ini sehingga bisa sampai kepada saudari dan aktivis perempuan yang ada di UNRI.

Pertama, keputusan BEM UNRI yang lebih menyarankan perempuan untuk tidak ikut rapat malam adalah sebuah bentuk Penghormatan terhadap perempuan, bukan diskriminatif seperti pandangan saudari. Bagaimana tidak, perempuan adalah gender ciptaan tuhan yang sangat rawan akan peristiwa buruk, sedangkan malam hari adalah zona waktu yang akan menambah tingkat rawan tersebut. Keputusan untuk menghindari perempuan untuk ikut rapat malam adalah sebuah bentuk perlindungan terhadap perempuan. Tidak ada unsur diskriminatif seperti yang saudari khawatirkan tersebut.

Kedua, dalam tulisan saudari, saudari menyampaikan bahwa yang hadir sebagai perwakilan kelembagaan saudari ada 1 laki-laki dan 3 perempuan. 1 laki-laki tersebut merupakan ketua nya pula. Tidakkah bisa ketua menjadi representatif dan penyambung lidah dari para perempuan yang ada di lembaga tersebut? Kalau saudari minta BEM UNRI ganti menteri, maka saya sarankan lembaga saudari juga ganti Ketua kalau tidak bisa jadi representatif dari lembaga saudari.

Ketiga, saya sepakat kita tidak boleh melupakan sejarah. Saudari sampaikan tentang perjuangan Malahayati, Raden Ajeng Kartini yang telah menunjukkan bahwa keseteraan gender sudah digaungkan sejak dulu. Namun seberapakah saudari yakin bahwa perempuan zaman ini akan setangguh perempuan zaman itu? Pun kalau saudari masih bersikukuh dengan keseteraan gender di Indonesia, kalau saya pakai logika bodoh "Apakah saudari tidak keberatan apabila toilet laki-laki dan perempuan digabung?" Kalau masih keberatan maka itu artinya kesetaraan gender tidak bisa diterapkan dalam semua unsur kehidupan, ada batasan-batasan dan pertimbangan tertentu bukan?

Keempat, pelarangan perempuan rapat malam bukan berarti membatasi perempuan untuk ikut serta dalam mengawal dan merumuskan kebijakan kampus. Ruang diskusi itu terbuka lebar, setahu saya rapat-rapat BEM juga pernah dilakukan siang hari. Di siang hari juga pintu BEM selalu terbuka untuk sampaikan aspirasi dan kegelisahan. Pun jikalau tidak mau, kemampuan menulis saudari juga bisa dijadikan alat untuk sampaikan pendapat. Terlalu sempit pikiran saudari kalau menganggap bahwa dilarang rapat malam maka dilarang untuk ikut mengawal kebijakan kampus. Toh setiap hasil rapat malam juga setiap perwakilan kelembagaan yang hadir diminta untuk menyampaikan ke lembaga nya.

Kelima sekaligus penutup, berfikir secara terbuka dan memandang sesuatu dari sudut positif juga penting untuk dilakukan. Pun kendati suatu saat saudari tetap kekeh untuk mempertahankan pendapat bahwa perempuan harus ikut rapat malam dan berkata bahwa serawan apapun biarlah menjadi tanggung jawab perempuan yang bersangkutan maka semoga itu benar-benar niat yang tulus untuk menunjukkan betapa pedulinya perempuan akan kebijakan kampus. Bukan menjadikan kesetaraan gender ini menjadi bagian dari alat untuk populer. Dan semoga saat saudari sudah menggaungkan kesetaraan gender sedemikian kerasnya, suatu hari nanti jikalau ada yang meminta saudari untuk mengangkat 1 sak semen, semoga saudari tidak memakai alasan "Aku kan perempuan". Kalau saudari sudah tidak memakai alasan perempuan untuk menolak mengangkat semen, maka barulah bisa dikatakan bahwa saudari memang aktivis yang memperjuangkan kesetaraan gender dengan begitu kerasnya. Bukan hanya mengangkat isu gender dalam tulisan sebagai alat untuk populer sahaja. Semangat terus untuk berkarya kepada saudari yang cerdas. Semoga selalu berintegritas.


Randy Lorena Candra
Read more